SEJARAH BONE : ASAL USUL KERAJAAN BONE


Tanah Bone adalah gabungan dari unit-unit politik inti atau persekutuan masyarakat kaum yang disebut anang yang dipimpin oleh matoa anang (ketua kaum). Selanjutnya anang terbentuk menjadi wanua (negeri), seperti wanua Ujung, Tibojong, Ta’, Tanete Riattang, Tanete Riawa, Ponceng, dan Macege. Setiap pembentukan kelompok wanua didorong oleh ikatan rasa seketurunan dari satu nenek moyang yang sama dan membentuk persekutuan teritorial yang tertutup terhadapa persekututan teritorial hidup lainnya dalam sistem kehidupan patrimonial (garis keturuann dari pihak ayah). Hal seperti itu menciptakan permusuhan di antara satu wanua dengan wanua lainnya.
Seperti halnya kelahiran Kerajaan Gowa, proses sejarah berdirinya Kerajaan Bone juga diawali dengan kisah kehadiran Tomanurung. Jika Tomanurung di Kerajaan Gowa adalah wanita, Tomanurung di Kerajaan Bone adalah laki-laki. Kehadiran Tomanurung sebagai penguasa sentral di Kerajaan Bone diawali oleh sebuah ikrar antara Tomanurung dan penguasa unit-unit politik setempat. Sebelum kehadiran Tomanurung selalu ditandai dengan fenomena alam yang mengerikan. Tulisan dalam lontarak mengisahkan bahwa sebelum kedatangan Tomanurung, terjadi hujan dan petir sambung- menyambung tanpa putus selama tujuh hari tujuh malam. Setelah hujan reda, muncullah seseorang disuatu tempat. Orang tersebut mengenakan jubah putih dan berdiri ditengah-tengah padang Bone. Oleh karena mereka tidak mengetahui asal-usulnya; orang menyebutnya Tomanurung (orang yang turun dari kahyangan).maka berkumpullah orang Bone dan mengadakan perundingan demi sebuah kesepakatan untuk berangkat menemui orang tersebut dan diangkat menjadi Raja Bone.
Setelah mereka sampai di hadapan orang tersebut, mereka memohon agar orang tersebut mau menjadi Raja di Bone. Akan tetapi, orang tersebut menolak untuk menjadi Raja, karena ia juga hanya seorang budak raja. Tapi orang terbut menawarkan jika rakyat Bone menginginkan Raja, maka ia bisa membawa mereka bertemu langsung dengan calon Raja tersebut. Selanjutnya, orang tersebut membawa mereka pergi ke daerah Matajang. Sesampainya disana, terlihatlah seorang lelaki duduk berpakaian kuning di batu ”napara” beserta tiga pengikutnya, yang masing-masing bertugas memang kipas, payung dan membawakan salendrang (tempat sirih).
Para pemohon dari Bone pun, langsung memohon kepada lelaki yang duduk di atas batu napara agar kiranya bersedia menjadi Raja di Bone. Maka raja itu menyahut, “teddua nawa-nawao” artinya “orang setia” dan “temmaballecoko” artinya tidak memungkiri segala janji”.

Sesudah perjanjian tersebut terlaksana, maka raja tersebutpun “nalekkeni ManurungE” artinya “memindahkan Manurung itu ke Bone. Dan menjadi Raja Bone I di sana. Sesampainya di sana, rakyat Bone lalu mendirikan istana untuk “ManurungE” (raja). Pendirian istana itu lekas selesai dimana “bulisa” artinya kayu “potongan belum kering”, raja sudah mendiami istana itu.

Komentar

Postingan Populer