MESJID TELUR DAN MAKAM SYEIKH JAMALUDDIN AL-AKBAR
Masa keemasan dan kemegahan Kerajaan Wajo masih terasa melalui
peninggalannya yang tersisa meskipun beberapa di antaranya dalam kondisi
tidak terawat. Salah satu, bukti dan peninggalan sejarah yang tersisa
yakni Masjid Kuno di Tosora.
Tempat ibadah umat Islam ini yang pertama di bangun di Wajo. Ada yang
menyebutnya Masjid Jami Tosora, adapula yang menyebutnya dengan nama
Masjid Kuno Tosora.
Sisa peradaban masa lampau Kerajaan Wajo ini terletak di Desa Tosora,
Kecamatan Majauleng. Lokasi ini pernah menjadi pusat peradaban di
Kabupaten Wajo, karena merupakan pusat Kerajaan Wajo pada zaman dahulu.
Bahkan, Tosora pernah menjadi ibu kota Kabupaten Wajo sebelum
dipindahkan ke Sengkang. Berbagai peninggalan sejarah berupa bangunan
maupun makam raja-raja Wajo bisa ditemukan di wilayah ini. Menjangkau Tosora tidaklah sulit. Infrastruktur jalan sudah mulus.
Jarak tempuh antara Kota Sengkang ke Tosora sekitar 13 kilometer. Dari
kisah sejarah masyarakat Wajo, daerah ini merupakan asal muasal lahirnya
Wajo.
Penamaan Wajo disebutkan diambil dari nama pohon besar yang rindang, bernama Bajo yang ada di Wajo-wajo Desa Tosora.
Terkait Masjid Kuno Tosora, sekarang ini sudah tidak lagi
dimanfaatkan oleh masyarakat setempat. Kondisinya pun sudah tidak
terawat. Meskipun usianya sudah tua, namun bentuk asli bangunan masih
jelas. Bentuknya sangat berbeda dengan masjid pada umumnya yang ada
sekarang.Struktur bangunannya masih terlihat kokoh. Masjid ini terletak di dalam kompleks berukuran 500 meter persegi. Sisa kemegahannya terlihat dari tembok pembatas yang tebalnya sekitar 30
sentimeter dengan ukuran 12×12 meter. Tingginya sekitar 1,5 meter.
Di dalamnya terdapat mimbar berbentuk gua. Bangunan dinding masjid
terbuat dari susunan batu-batu gunung berwarna putih. Di depannya,
terdapat kolam. Dulu, kolam ini berisi air jernih dan ditempati para
jemaah untuk berwudu.
Terdapat empat pintu masuk untuk akses ke dalam masjid, yaitu dari
sisi timur, utara-selatan, dan dari sisi kanan (utara) mihrab. Pada
bagian dalam masjid terdapat empat umpak batu sebagai landasan tiang
penyangga atap soko guru.
Pada arah tenggara terdapat kolam sebagai tempat air wudu dengan ukuran
panjang 7,35 m, lebar 5,70 m, dalamnya 0,76 m, dan tebal tembok 0,41 m.
Pada arah timur kolam terdapat sumur tua dengan kedalaman 13 m. Saat
ini, kolam tersebut sudah kering.
Konon, masjid tua tersebut dibangun sekitar tahun 1621. Saat itu,
pemerintahan Kerajaan Wajo La Pakallongi To Alinrungi (±1621-1626).
Kemudian, diresmikan pada sekitar tahun 1627 (To Mappassaungnge,
±1627-1628), dengan mengundang semua raja-raja yang ada pada saat itu.
Salah seorang pemerhati budaya Kabupaten Wajo, Andi Rahmat Munawwar
menuturkan, masjid tua dibangun menggunakan campuran putih telur ayam
sebagai pengganti semen untuk bahan perekat.
Butuh jutaan butir telur untuk merampungkan pekerjaan pembangunan
masjid. Sementara, kuning telurnya untuk makanan para pekerja.
“Proyeknya besar, sehingga butuh waktu lama di zamannya dan peresmianya.
Komentar
Posting Komentar