SEJARAH PERKEMBANGAN KELAPA DI SULAWESI SELATAN

Tak ada data yang dapat memastikan kapan munculnya tanaman kelapa di daerah Sulawesi Selatan. Kelapa hanya dipastikan telah menjadi  tanaman penduduk sejalan dengan  munculnya beras sebagai komoditas dagang yang utama dari Makassar. Seorang Belanda yang mengunjungi Makassar  pada permulaan abad 17  mengungkapkan keindahan Makassar dan pedalaman Makassar dengan jejeran tanaman kelapanya.“Daerah Makassar  dari laut terlihat  sebagai  tanah yang subur  dan menyenangkan. Daerah itu berupa dataran, indah dan hijau, tidak begitu tertutup hutan seperti daerah lain di Hindia Belanda. Penduduknya pun sangat padat. Makassar adalah daerah persawahan yang indah  di mana-mana padi tumbuh,  hal ini dapat  dilihat jika berlayar menelusuri pantai  terutama dalam Bulan Maret sampai Juni. Pada bulan tersebut padi belum dituai.... Ke pedalaman lagi, terdapat  perkebunan kelapa yang indah, pohon-pohonya ditanam secara berjejer dan teratur,  daunnya rindang melindungi  orang-orang dari  teriknya panas matahari.”
              Ungkapan  di atas  menunjukan bahwa  daerah Sulawesi Selatan  tidak hanya  menghasilkan  padi,  tetapi juga  kelapa. Tanaman kelapa  ketika itu ditanam secara teratur  di setiap pematang sawah. Penanaman itu juga berfungsi  sebagai  tanaman pelindung untuk mengurangi panas teriknya matahari dan  menjadi penahan petak-petak sawah agar tidak mudah longsor.Pada tahun 1860,  jumlah pohon kelapa  di  daerah Sulawesi Selatan  mencapai  407.279 pohon. Daerah-daerah itu meliputi Distrik Makassar dengan jumlah sekitar 18.952 pohon, distrik bagian utara (Mandar)  16.502 pohon, distrik bagian tenggara 9394 pohon, Bantaeng dan Bulukumba 14.111 pohon,  Sinjai 57.170 pohon, dan Selayar  291.190 pohon.

Untuk penduduk Sulawesi Selatan,   kopra  telah menjadi tanaman yang penting  khusunya pada tahun 1880-an, yaitu ketika  pedagang-pedagang Cina menjadikannya sebagai komoditas perdagangan ke Singapura. Sekitar 60 persen nilai ekspor Makassar berasal  dari kopra. Dari jumlah  ekspor kopra Indonesia Timur itu, 80 persen  diekspor melalui Pelabuhan Makassar.Luas areal tanaman kelapa di Indonesia Timur adalah sekitar 500.000 hektar yang setiap tahunnya  memproduksikan 500.000 ton.
Karena itu,  bukannya tidak beralasan jika JC Westermann dan  WC Houck  mengatakan bahwa pada fase kedua abad 20, Makassar muncul kembali  sebagai kekuatan perdagangan  Asia Pasifik karena menghasilkan kopra. Bahkan  pada fase tersebut, Makassar dapat dikatakan bisa mengungguli   Singapura sebagai kota dagang karena Makassar sebagai pusat perdagangan kopra.
Pada tahun 1896 ekspor kopra Makassar berjumlah 8.770 ton  dengan nilai  f 964.700. Dalam tahun 1902 naik menjadi 28.045 ton dengan nilai  f  4.206.750. Perang Dunia I pada tahun 1908 berakibat pada kurangnya kapal yang masuk, sehingga jumlah ekspor turun menjadi 23.866 ton dengan nilai f 3.579.900. Ekspor kopra Makassar membaik dan mencapai puncaknya  pada tahun 1920  dengan jumlah 50.792  ton seharga  f 13.713.840.
Ketika  berlangsung masa depresi karena krisis ekonomi pada tahun 1930-an,  harga kopra di pasaran dunia merosot tajam seperti pada tahun 1938. Kala itu, ekspor kopra Makassar berjumlah 288.650 ton dengan nilai f 10.680.050. Ekspor kopra kembali naik setelah Perang Dunia II dan mencapai puncaknya pada tahun 1949  sejumlah 208.453 ton  dengan nilai f 79.212.140. Akibat dampak nasionalisasi dan pergolakan di daerah,  membuat ekspor kopra Makassar kembali menurun menjadi  158.111 ton dengan nilai f 54.318.000  pada tahun 1954 dan mencapai puncaknya tahun 1958 sebesar 22.793 ton  dengan nilai f  7.614 980.
            Majunya perdagangan di Makassar berindikasi pada munculnya lembaga pemberi bantuan keredit. Misalnya pada tahun 1930-an, di Sulawesi Selatan muncul bank seperti  Bank Rakyat Makassar, Bank Rakyat Bonthain, Bank Rakyat Parepare. Bank ini memberikan kredit kepada pedagang-pedagang pribumi yang mampu dan para pedagang Cina untuk membeli kopra  Dari  bank rakyat yang ada, Bank Rakyat  Bonthain dianggap yang terbaik. Sampai tahun 1950-an bank di Bonthain dan Mandar memberi anggotanya kredit senilai 23 ribu gulden. Sementara Bank Wadjo dan Bone hanya mengeluarkan 10 ribu dan 20 ribu gulden.  Sejumlah besar modal dari bank Makassar berasal dari simpanan dari pedagang Cina dan pegawai pemerintah.
            Pentingnya  tanaman kelapa sebagai  tanaman komoditas dagang di Sulawesi Selatan  bukan hanya di masa kolonial, tetapi juga setelah pasca-kemerdekaan.  Tanaman kelapa mengalami kemorosotan tajam ketika  pada wilayah-wilayah  produksi mulai diperlakukan semena-mena, misalnya ketika militer mulai berbisnis. Ketika itu, para petani kelapa banyak yang dipaksa menjual kelapanya  ke gudang-gudang yang ditunjuk militer. Bahkan di daerah Mandar, ditemukan militer yang memetik langsung kelapa dengan perhitungan 1:9, yang artinya jika penduduk  memiliki 10  biji buah kelapa, maka 9 biji jatuh ke militer dan 1 biji jatuh ke pemilik kebun.

*SUMBER : DIKUTIP DARI BUKU KOPRA MAKASSAR: PERENUTAN PUSAT DAN DAERAH
s


Komentar

Postingan Populer