SEJARAH BOSOWA : Perjanjian Tellumpoccoe, Bone-Soppeng-Wajo
Perjanjian Tellumpoccoe adalah
perjanjian yang melibatkan tiga kerajaan Bugis yaitu Bone, Soppeng dan Wajo.
Perjanjian ini bermula atas keinginan mempersaudarakan ketiga kerajaan
tersebut. Juga demi menentang agresi dari Kerajaan Gowa yang merupakan penguasa
adidaya pada masa itu.
Sebelum perjanjian ini bermula,
pada masa La Tenri Rawe BongkangE yang naik takhta sebagai Raja Bone VII
menggantikan ayahnya La Uliyo Bote’E, Raja Bone VI, telah terjadi beberapa kali
serangan dari Kerajaan Gowa yang pada mulanya disebabkan karena penggabungan
TellulimpoE (tiga wilayah) memasukkan Bone sebagai anggota yakni Luwu, Gowa dan
Bone.
Ketika terjadi pertempuran antara
Gowa dan Bone, Wajo sebagai sekutu Gowa ikut serta dalam pertempuran melawan
Bone, setelah tiga hari lamanya pertempuran itu berlangsung pasukan Bone
terdesak, namun semangat pasukan Bone bangkit mengadakan penyerangan dan
akhirnya pasukan Kerajaan Gowa dan Wajo terpukul mundur.
Setelah itu Gowa kembali
melakukan penyerangan, bersama dengan Raja Gowa Tonibata yang sebelumnya sakit,
akan tetapi ia tewas setelah kepalanya dipancung oleh pasukan Bone. Lalu, Kajao
lalidong mewakili Bone dan Karaeng Tallo mewakili Gowa mengaddakan pertemuan
yang menghasilkan perjanjian “Ceppae ri Caleppa” berisi tentang batas wilayah
kedua kerajaan di Selatan (Sungai Tangka).
Raja Gowa Karaeng Bonto Langkasa
memeberi perintah kepada Arung Matoa Wajo sebagai Abdi Gowa untuk mengangkut
kayu dari pegunungan Barru ke pinggir laut untuk dipergunakan mendirikan
istanan di Tamalate sebagai ibukota Kerajaan Gowa.
Namun Arung Matoa Wajo merasa
tidak senang karena diperlakukan sewenang-wenang, maka hal tersebut disampaikan
kepada Raja Bone. Setelah mengetahui hal tersebut Raja Bone merasa tidak
senang, dan ia pun mengajak Arung Matoa dan Datu Soppeng untuk bersama-sama ke
Barru.
Sesampainya disana Raja Gowa
heran karena yang ia panggil hanya Raja Wajo, akan tetapi Raja Bone dan Raja
Soppeng juga ikut. Tetapi, Raja Bone menjawab bahwa “Orang Wajo takut melewati
daerah yang tidak didiami manusia”. Kemudian Raja Bone, Soppeng dan Wajo sama
–sama memotong tali pengikat kayu – kayu itu secara bergantian dengan
menyanyikan lagu yang intinya sesama kerajaan yang terintimidasi menginginkan
adanya perlawanan dengan menyatukan kekuatan.
Setelah kejadian itu, mereka
bermusyawarah untuk menyerang Cenrana tujuh hari akan datang. Pada hari yang
ditentukan mereka pun menyerang dan membakar Cendrana yang mana merupakan wilayah
kekuasaan Gowa pada waktu itu. Lalu mereka sepakat kembali ke Timurung untuk
mempererat persaudaraan mereka dalam menghadapi serangan-serangan dari Kerajaan
Gowa.
Di Timurung mereka bertemu
kembali dan mengadakan perjanjian persaudraan yang kemudian disebut dengan
TellumpoccoE (tiga puncak) dengan bersama-sama menanamkan batu sebagai simbol
persaudaraan di Timurung (Lamumpatue ri Timurung) pada tahun 1582 M.
Dalam proses perjalanannya Raja
Gowa yang mengetahui hal ini marah dan selalu melancarkan serangan terhdapa
sekutunya (Wajo) yang berkhianat. Dua tahun setelah perjanjian TellumpoccoE
diadakan, La tenri Rawe meninggal karena penyakit yang dideritanya. Sebagai
penggantinya ialah saudaranya La Inca, yang ditunjuk sebagai Raja Bone ke VIII.
Pada tahun 1585 terjadilah perang antara Bone dan Gowa dalam memperebutkan
kekuasaan. Kepemimpina La Inca, tidak sebaik saudaranya, pemberontakan terjadi
dimana-mana hingga ia akhirnya mati diatas tangga istana setelah menjabat
selama 11 tahun lamanya. Sesuai anjuran Arung Majang, maka ditunjuklah La
Pattawettu menggantikan La Inca sebagai Arumpone XI. Pada masa La Pattawettu
tidak terlalu banyak disebut pemerintahannya, juga tidak diberitakan adanya
serangan militer Gowa ke Bone. Hanya dikatakan bahwa setelah tujuh tahun
menjadi Mangkau’ di Bone, ia pergi ke Bulukumba dan di situlah beliau sakit
pada tahun 1602. Takhta raja pun diserahkan pada puterinya, We Tenri Tuppu
(1602-1611) yang mengendalikan kerajaan Bone selama 9 tahun lamanya.
Pada tahun 1607, Raja Gowa mengirimkan
armada perangnya untuk menyerang daerah-daerah bugis. Namum Tellumpoccoe
berhasil mencegatnya dan terjadilah perang selama tiga yang dimenangkan oleh
Tellumpoccoe. Selang tiga bulan, pasukan gabungan Tellupoccoe melancarkan
serangan di Akkotengeng. Dan sekali lagi, Kerajaan Gowayang dibantu oleh
sekutunya mengalami kekalahan.
Enam bulan setelahnya, Kerajaan
Gowa tidak kehilangan semngatnya. Mereka memperkuat sekutu dan membuat benteng
di daerah Rappeng, namun berselang tiga hari Raja Gowa meninggalkan benteng
lalu kembali ke Makassar. Melihat hal tersbut, pasukan gabungan Tellumpoccoe
mengepung dan menyerang sisi pertahanan Kerajaan Gowa di Rappang, namun pasukan
gabungan Tellumpoccoe terdesak mundur dan mereka kembali ke negerinya
masing-masing.
Mundurnya pasukan Tellumpoccoe
merupakan gambaran bagi Kerajaan Gowa bahwa tidak terkoordinirnya pasukan
Tellumpoccoe. Maka Raja Gowa terus meningkatkan pasukannya untuk penyerangan
selanjutnya.
Lima bulan setelah itu, Raja Gowa
melanjutkan ekspansinya dengan menyerang Kerajaan Soppeng, lalu dilanjutkan
dengan serangan terhadap kerajaan Wajo, setelah itu dilanjutkan dengan serang
terhadap kerajaan Bone. Dengan semuanya berakhir pada kemenangan di Kerajaan
Gowa.
Nice
BalasHapus